REVIEW “CLASSICAL AND CONTEMPORARY CONVENTIONAL THEORIES OF SOCIAL MOVEMENTS” OLEH CLAYTON D. PEOPLES
Penulis : Mika Meytasia Ito
Sesuai dengan judulnya, bab pada buku ini menyoroti tentang teori klasik dan teori kontemporer mengenai gerakan sosial. Bacaan ini menguraikan bagaimana teori-teori tersebut berkembang seiring dengan perubahan sosial dan akademik, terutama setelah tahun 1960-an ketika gerakan sosial mulai mendapat perhatian lebih dalam kajian sosiologi.
Bagian pertama bab ini membahas mengenai teori klasik gerakan sosial. Dahulu sebelum masuk abad 20, pemikiran mengenai gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh revolusi besar seperti Revolusi Perancis. Terdapat dua pendekatan utama yang muncul pada zaman ini. Pertama adalah sosialisme utopis dan teori elite. Sosialisme utopis sendiri merupakan penciptaan komunitas kecil berbasis prinsip-prinsip sosialisme tanpa pendekatan revolusioner. Sedangkan teori elite berpandangan bahwa masyarakat idealnya dipimpin oleh segelintir elit yang dianggap lebih kompeten dibandingkan rakyat biasa.
Pendekatan kedua adalah pemikiran atau pandangan tentang sosiologis awal. Pada era inilah pemikir-pemikir sosiologi terkenal mengemukakan pendapatnya. Seperti Karl Marx yang melihat gerakan sosial sebagai alat perjuangan kelas, dimana kelas pekerja harus bersatu melawan kapitalisme. Kemudian Max Weber yang bersikap pesimis terhadap perubahan sosial dan menganggap birokrasi sebagai sistem yang sulit untuk diubah. Georg Simmel berpendapat bahwa pembentukan kelompok berbasis kesamaan kepentingan dapat menjadi dasar bagi gerakan sosial. Sedangkan Emile Durkheim justru menekankan pentingnya stabilitas sosial dan menolak gerakan sosial sebagai mekanisme perubahan. Pada dasarnya, teori klasik memiliki spektrum yang luas, mulai dari yang mendukung mobilisasi massa hingga bersikap pesimis atau menganggap gerakan sosial sebagai sesuatu yang tidak rasional.
Bagian kedua bab ini membahas tentang teori kontemporer mengenai gerakan sosial. Setelah meningkatnya gerakan sosial di tahun 1960-an, teori-teori baru berkembang untuk menjelaskan fenomena ini dengan lebih sistematis. Teori-teori kontemporer tersebut adalah sebagai berikut.
1. Teori deprivasi relatif
Teori ini menganggap bahwa gerakan sosial muncul akibat ketimpangan sosial yang dirasakan. Teori ini berangkat dari teori ketegangan (strain theory) Robert Merton, yang menyatakan bahwa ketegangan struktural (yang dalam teori deprivasi relatif merujuk pada ketimpangan) dapat mendorong individu untuk mencari solusi alternatif, termasuk melalui gerakan sosial. Namun terdapat kritik terhadap teori ini yang mengatakan bahwa tidak semua gerakan sosial dipengaruhi oleh adanya ketimpangan ekstrim, seperti gerakan hak-hak sipil di AS yang justru dilakukan karena kondisi sosial yang mulai membaik.
2. Teori mobilisasi sumber daya
Teori ini menyoroti pentingnya sumber daya dalam gerakan sosial, seperti aktivis, pemimpin kharismatik, dan jaringan yang membangun gerakan sosial. Teori ini mengatakan bahwa gerakan sosial tidak hanya reaksi spontan terhadap ketimpangan, tetapi juga hasil dari strategi organisasi yang terencana, seperti gerakan hak-hak sipil AS yang berkembang berkat dukungan organisasi seperti Southern Christian Leadership Conference (SCLC).
3. Teori peluang politik
Teori ini menekankan bahwa gerakan sosial lebih mungkin berhasil jika ada celah dalam sistem politik yang dapat dimanfaatkan. Hal ini menjelaskan bagaimana faktor eksternal, seperti keputusan MA dalam Brown v. Board of Education atau kebijakan Presiden Kennedy dalam menangani segregasi, membuka ruang bagi gerakan hak-hak sipil.
Teori Gerakan Sosial Baru dan Kolektif
Teori ini menjelaskan gerakan sosial yang berbasis identitas, seperti LGBT, feminisme, dan gerakan hak-hak termarginal atau minoritas lainnya. Kemudian teori ini juga menggunakan konsep collective identity theory untuk menjelaskan bagaimana kelompok tersebut membangun identitas bersama sebagai dasar memulai gerakan.
4. Teori Framing
Teori ini merujuk pada bagaimana gerakan sosial membingkai isu mereka agar menarik lebih banyak dukungan. Terdapat tiga jenis framing atau pembingkaian dalam gerakan sosial. Pertama adalah diagnostic framing atau mengidentifikasi masalah dan penyebabnya. Kedua, prognostic framing dengan mengusulkan solusi dan strategi gerakan. Terakhir, motivational framing yang mendorong individu untuk terlibat dalam gerakan.
Bacaan ini menyajikan sumber daya mendalam dalam memahami gerakan sosial di dunia. Terlebih dengan pendekatan multidimensionalnya, pembaca dapat melihat bahwa gerakan sosial bukan hanya sekedar aksi yang spontan, tetapi juga merupakan hasil strategi yang telah terencana sebelumnya, sumber daya, hingga merupakan pemanfaatan peluang politik. Bacaan ini menyajikan teori secara kronologis sehingga sangat mudah untuk membantu memahami revolusi pemikiran tentang gerakan sosial global. Namun, bacaan ini hanya berfokus pada gerakan sosial yang dilakukan di AS dan tidak menyajikan studi kasus dari negara lainnya, terutama negara-negara dunia ketiga yang dapat lebih relate dengan pembaca. Meski begitu, bacaan ini telah mencangkup hal-hal fundamental bagi pembaca yang ingin memulai mendalami pemahamannya tentang gerakan sosial global.
Comments
Post a Comment